Thursday, May 11, 2017

F-4U CORSAIR

Di sekitar tahun 80-an, sempat para pemirsa TV di tanah air disuguhi dengan acara serial TV bertitel "Baa Baa Black Sheep". Film tersebut diperankan oleh aktor Hollywood papan atas, Robert Conrad. Film serial TV asal Paman Sam ini, terinspirasi dari pengalaman para pilot tempur Amerika pada Perang Dunia ke-2 di wilayah Pasifik.

Peran yang dimainkan oleh bintang film kawakan tersebut berperan sebagai Mbah nya 'segerombolan' pilot nyentrik dari Skuadron Tempur VMA-214 dengan sandi Black Sheep, yaitu Mayor Gregory 'Pappy' Boyington. Drama eksyen yang sangat memukau para pencinta dunia penerbangan tersebut, sering diwarnai oleh adegan manuver dan dogfight pesawat tempur yang paling melegenda di era Perang Dunia ke-2, yaitu Pesawat F-4U Corsair buatan pabrik Chance Vought.

Untuk itu Tim Zona Pertahanan akan mengupas sekelumit tentang sosok pesawat andalan negeri koboi yang satu ini, Vought F-4U Corsair.

Masa Awal

F-4U Corsair adalah pesawat tempur bermesin Super Turbo-Charge produksi pabrikan pesawat Chance Vought Amerika Serikat. Mesin penggerak besutan pabrik Pratt & Whitney ini, terbilang berukuran monster untuk mesin di kelasnya. Dengan mengusung mesin penggerak tipe R-2800 Double WASP radial, burung besi ini mampu menghasilkan tenaga sebesar 2000 tenaga kuda. Tidak heran bila pesawat ini mampu melesat dengan kecepatan lebih dari 718 km/jam. Kecepatan terbang sekilat ini sudah cukup mampu untuk mengejar dan mencegat si elang tempur Jepang, A6M Zero, yang hanya memiliki top speed 530 km/jam.

Desain awalnya dilakukan pada tahun 1938, di mana pada mulanya pesawat ini di rancang untuk bersangkar di kapal induk angkatan laut Amerika. Kemudian purwarupanya mulai mengudara pada 1940.

Namun di masa awal uji coba, serangkaian kegagalan landing di atas kapal induk mengharuskan dilakukannya beberapa perancangan ulang di bagian tertentu. Alhasil, kendala yang telah teratasi saat landing, membuat Korps Marinir Amerika kepincut untuk ikut memasukkan pesawat ini di jajarannya. Dan akhirnya F-4U Corsair mulai memperkuat jajaran pasukan marinir dan angkatan laut Amerika pada tahun 1942.

Perawakannya yang tampak jangkung saat berada di atas tanah, merupakan suatu keniscayaan, karena mesin terbang pembunuh ini dirancang untuk dapat mengungguli pesawat-pesawat dari negeri matahari terbit yang terkenal super cepat pada masanya.

Namun postur jangkung saja ternyata belum cukup, untuk dapat mengakomodir ukuran 4 bilah propeler dengan diameter mencapai 4,06 meter ini, para perancangnya harus berpikir keras agar pada saat pesawat dalam posisi datar ketika hendak take-off, ujung baling-balingnya tidak sampai menghantam permukaan landasan. Akhirnya bentuk sayap melengkung yang tampak seakan-akan patah itu, menjadi solusi yang paling mujarab.

Persenjataan

M2 Browning Heavy Mahine Gun
Pesawat tempur yang lincah nan bongsor ini, rancangan utamanya adalah pesawat petarung (fighter), namun sebagaimana pesawat tempur pada umumnya, kemampuan melakukan pemboman dan serangan terhadap sasaran darat juga menjadi keahlian wajib.

Untuk keperluan pertarungan di udara serta untuk menghajar sasaran darat, F-4U Corsair dilengkapi dengan 6 buah senapan mesin berat kaliber 12,7 mm tipe M2 Browning. Senapan mesin legendaris yang hingga abad ke-21 ini masih tetap menjadi primadona, disematkan di kedua sayapnya sebanyak 3 moncong setiap sisinya. Dengan masing-masing senapan mesin dibekali 400 butir peluru untuk sepasang senapan mesin bagian dalam dan 375 butir untuk 4 senapan mesin lainnya, sehingga untuk sekali sortie, pesawat ini membawa total 2.300 butir peluru berkaliber .50 atau 12,7 mm.

Dudukan Senapan Mesin di Sayap Pesawat
Dengan enam buah moncong senapan mesin kaliber besar yang masing-masing memiliki kecepatan memuntahkan peluru sebanyak 10 butir/detik, maka hanya dalam satu detik saja, 60 butir peluru dapat melesat sekaligus menuju sasarannya. Menurut pengalaman para pilotnya, cukup dibutuhkan waktu 3 sampai 6 detik menarik picu untuk menghancurkan sebuah sasaran baik berupa pesawat tempur atau pesawat pembom lawan, sasaran di darat dan bahkan kapal patroli di laut.

Karakteristik :

Kru: Satu
Panjang :10.26 m
Lebar : 12.50 m

Tinggi : 4.50 m
Berat kosong : 4,175 kg
Mesin : 1 × Pratt & Whitney R-2800-18W radial engine, 2,380 hp
Propeler : 4-bilah

Performa :

Kecepatan maksimum : 718 km/jam
Jarak tempuh : 1,617 km
Jarak pertempuran : 528 km
Ketinggian maksimal : 12,600 m
Kecepatan rata-rata mendaki : 22.1 m/dtk




Jika dibandingkan dengan teman sejawatnya, pesawat tempur yang pernah memperkuat Angkatan Udara RI di era orde lama berjulukan Si Cocor Merah, P-51 Mustang, ukuran F-4U Corsair ini masih sedikit lebih bongsor. Apalagi jika diperhatikan panjang hidungnya dari baling-baling hingga kokpit, cukup panjang karena bagian hidungnya tersebut dijejali dengan mesin berukuran monster, juga tanki bahan bakar dan rangkaian amunisi.

Apalagi jika dibandingkan dengan pesawat andalan Pasukan Jepang, A6M Zero, maka ukuran F-4U Corsair ini masih sangat bongsor.

'Peluit Kematian'

Pada masa perang dunia ke-2 di Teater Pasifik, di mana pertarungan dimainkan antara pasukan Amerika dan Jepang, F-4U Corsair menjadi andalan Amerika dalam melakukan misi-misi pemboman dan bantuan serangan udara ke darat.

Setiap kali pesawat ini menyambar sasaran, apakah untuk menjatuhkan bom atau melakukan penembakan ke pusat-pusat kekuatan artileri Jepang, pesawat ini mengeluarkan 'bunyi khas' mirip bunyi peluit atau siulan, yang membuat pasukan darat Jepang sedikit gentar, karena aksi setengah diving F-4U ini tidak jarang menimbulkan korban jiwa di pihak tentara Jepang.

'Bunyi khas' tersebut ditimbulkan oleh udara yang mengalir melalui lubang air intake di pangkal sayap pada saat F-4U ini menukik. Sehingga tentara Negeri Matahari Terbit ini menyebutnya dengan panggilan 'Usui kino-shi' atau 'Peluit Kematian', dalam bahasa Inggris 'The Whistling Death'.

 

Namun dibalik sederet keunggulan yang disandangnya, bukan berarti si burung besi pembunuh ini dilahirkan tanpa kekurangan. Hidungnya yang dirasa terlalu mancung, membuat para pilotnya sering kesulitan ketika akan mendaratkan pesawat ini di atas dek kapal induk karena ukuran hidungnya tersebut justru malah menghalangi pandangan sang pilot.

Untuk mengatasi kesulitan pandang tersebut, sering kali si pilot membuka kanopi dan menjulurkan kepalanya ke luar kokpit untuk mendapat pandangan yang lebih jelas terhadap posisi dan kondisi landasan di atas dek kapal induk yang akan didaratinya.

Selain itu, Stall behaviour atau kehilangan daya angkat sesaat pesawat akan mendarat, menjadi satu kecenderungan yang cukup mematikan. Untuk mengatasi kekurangan yang satu ini, para perancangnya telah menambahkan sebuah perangkat yang disebut Stall Strip sepanjang 15 cm pada salah satu bagian depan sayapnya agar kecenderungan jatuh sebelum landing itu tidak terjadi lagi.

Dan satu lagi, kekurangan yang umum diderita pesawat tempur, yaitu jumlah amunisi. Walau kelihatannya bekal sebanyak 2.300 butir peluru adalah jumlah yang sangat banyak, namun disebabkan rate of fire dari setiap senapan mesin M2 Browning yang diusung oleh F-4U ini, yaitu sebesar 450-600 butir/menit, maka akumulasi penarikan picu tembakan selama total 40 detik atau paling lama 1 menit, sudah cukup menguras peluru yang dibawanya.

Dengan demikian, untuk sekali sortie, setiap pilot rata-rata hanya dapat memberangus 10 sasaran saja paling banyak. Itu pun dengan catatan sekali tarikan picu langsung mengenai sasaran yang dibidiknya.

Namun jika F-4U Corsair ini harus terlibat dalam sebuah duel udara satu lawan satu, yang mana biasanya lawan yang dihadapi adalah juga seorang pilot berpengalaman, dan jika pilot F-4U ini beruntung keluar sebagai sang juara, maka skore yang diperoleh jauh di bawah 10.

Seperti dikutip dari beberapa sumber, bahwa proses mastering pesawat F-4U Corsair ini, para penerbang tempur Amerika membutuhkan waktu yang relatif lebih lama ketimbang durasi yang dibutuhkan untuk menguasai pesawat tempur tipe lainnya. Hal ini disebabkan oleh karakteristik si Jangkung ini yang cukup unik dan berbeda dengan pesawat-pesawat tempur di masanya. Sehingga seorang pilot membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperoleh feel atas F-4U Corsair ini.


Tim Zona Pertahanan @2017

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan memberikan komentar. Terima kasih.